TERJEMAHAN

Thursday 31 March 2011

RANCANGAN SURGA BUAT PARA KORUPTOR

Sepeninggal dari pimpinan KPK Antasari Azhar yang  terlibat kasus pembunuhan berencana yang sekarang mendekam di penjara dengan hukuman puluhan tahun, di duga oleh banyak orang merupakan hasil dari rekayasa pihak-pihak yang tidak senang dengan sepak terjang KPK di bawah pimpinan Antasari Azhar.

Tidak cukup hanya itu dua pimpinan KPK lainnya pun ikut menjadi korban yaitu Bibit dan Chandra di tuduh menyalahgunakan wewenang, sehingga muncul istilah cicak melawan buaya. Inilah awal dari mengkebiri dan melemahkan KPK, dan ini rupanya tidak cukup bagi para koruptor dan kroninya untuk menghabisi dan membonsai KPK sedikit demi sedikit sehingga akhirnya  kerdil dan mati, berikut berita yang saya kutip dari kompas.com yang tujuannya tidak lain dan tidak bukan untuk menghancurkan KPK:

Kompas, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi M Jasin mengungkapkan, lembaganya tidak dilibatkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam pembahasan revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Korupsi. Saat ini, draft revisi UU ini tengah dibahas pemerintah.
"Selama ini kita enggak ikut, harusnya ikut. Hanya ikut beberapa kali, tahun 2007, periode pimpinan pertama. Periode pimipinan kedua, tahun 2008, kita tidak diajak," kata Jasin di gedung KPK, Jakarta, Rabu (30/3/2011).
Padahal jika dilibatkan, KPK bersedia memberi sejumlah masukan dalam memperbaiki UU KPK itu. Menurut Jasin, sejumlah pasal dalam draft RUU KPK berpotensi melemahkan KPK dan melemahkan upaya pemberantasan korupsi.
"Pelemahan KPK, kewenangan dipangkas, kewenangan penuntutan dipangkas," kata Jasin.
"Kita menginginkan tetap ada (kewenangan penuntutan). Adanya kewenangan penuntutan di KPK kan untuk menghindari proses bolak balik berkas," ujarnya.

Sedangkan yang berpotensi melemahkan upaya pemberantasan korupsi, lanjut Jasin, adalah sejumlah pasal yang menyatakan bahwa pelapor kasus dugaan korupsi dapat dipidanakan.
"Padahal di  konvensi PBB yang diratifikasi, pelapor itu juga harus dlindungi. Ini kok malah dipidanakan?" katanya.

Pasal lainnya adalah yang menyatakan bahwa advokat atau pengacara tidak dapat dipidanakan. "Ini kan namanya pelemahan," tandas Jasin.
Secara pribadi, ia juga mengaku tidak setuju dengan poin penghapusan hukuman mati yang tertuang dalam draft RUU KPK. Menurut Jasin, hukuman mati bagi koruptor tetap perlu menjadi pertimbangan jika negara dalam kondisi krisis.

"Pasal 2 Ayat (2) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999, apabila korupsi dilakukan dalam krisis ekonomi dan bencana alam, koruptor dapat dituntut hukuman mati. Ini perlu dipikirkan," katanya.
Secara terpisah, juru bicara KPK, Johan Budi mengatakan bahwa pihaknya belum merasa perlu adanya revisi Undang-undang KPK. Namun, dalam hal ini, KPK hanya pelaksana undang-undang yang tidak berwenang menentukan perlu atau tidaknya revisi atas suatu undang-undang.
"Tinggal kita serahkan ke masyarakat apakah menginginkan itu atau tidak. Yang sekarang saja belum dimaksimalkan," kata Johan.

9 Poin Lemah versi ICW

Terkait revisi UU Tipikor yang digagas pemerintah, ICW juga mencatat setidaknya ada 9 poin yang dinilai akan melemahkan fungsi KPK dan upaya pemberantasan korupsi. Sembilan poin tersebut adalah:
1. Menghilangkan ancaman hukuman mati yang sebelumnya diatur dalam Pasal 2 Ayat (2) UU Nomor 31 Tahun 1999.

2. Menghilangnya Pasal 2 yang paling banyak digunakan aparat penegak hukum dalam menjerat koruptor.

3. Hilangnya ancaman hukuman minimal di sejumlah pasal.

4. Penurunan ancaman hukuman minimal menjadi 1 tahun. Dalam UU yang berlaku saat ini, ancaman hukum antara 1-4 tahun untuk korupsi yang melibatkan penegak hukum dan merugikan keuangan negara.

5. Melemahnya sanksi untuk mafia hukum, seperti suap untuk aparat penegak hukum.

6. Ditemukan pasal yang potensial mengkriminalisasi pelapor saksi kasus korupsi.

7. Korupsi dengan kerugian negara di bawah Rp 25 juta bisa dilepas dari penuntutan hukum.

8. Kewenangan penuntutan KPK tidak disebutkan secara jelas.

9. Tidak ditemukan dalam RUU Tipikor seperti dalam Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 dan UU No 20 Tahun 2001 yang mengatur tentang pidana tambahan. 

di kutif dari Kompas.com 

No comments:

Post a Comment