TERJEMAHAN

Thursday 31 March 2011

RANCANGAN SURGA BUAT PARA KORUPTOR

Sepeninggal dari pimpinan KPK Antasari Azhar yang  terlibat kasus pembunuhan berencana yang sekarang mendekam di penjara dengan hukuman puluhan tahun, di duga oleh banyak orang merupakan hasil dari rekayasa pihak-pihak yang tidak senang dengan sepak terjang KPK di bawah pimpinan Antasari Azhar.

Tidak cukup hanya itu dua pimpinan KPK lainnya pun ikut menjadi korban yaitu Bibit dan Chandra di tuduh menyalahgunakan wewenang, sehingga muncul istilah cicak melawan buaya. Inilah awal dari mengkebiri dan melemahkan KPK, dan ini rupanya tidak cukup bagi para koruptor dan kroninya untuk menghabisi dan membonsai KPK sedikit demi sedikit sehingga akhirnya  kerdil dan mati, berikut berita yang saya kutip dari kompas.com yang tujuannya tidak lain dan tidak bukan untuk menghancurkan KPK:

Kompas, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi M Jasin mengungkapkan, lembaganya tidak dilibatkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam pembahasan revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Korupsi. Saat ini, draft revisi UU ini tengah dibahas pemerintah.
"Selama ini kita enggak ikut, harusnya ikut. Hanya ikut beberapa kali, tahun 2007, periode pimpinan pertama. Periode pimipinan kedua, tahun 2008, kita tidak diajak," kata Jasin di gedung KPK, Jakarta, Rabu (30/3/2011).
Padahal jika dilibatkan, KPK bersedia memberi sejumlah masukan dalam memperbaiki UU KPK itu. Menurut Jasin, sejumlah pasal dalam draft RUU KPK berpotensi melemahkan KPK dan melemahkan upaya pemberantasan korupsi.
"Pelemahan KPK, kewenangan dipangkas, kewenangan penuntutan dipangkas," kata Jasin.
"Kita menginginkan tetap ada (kewenangan penuntutan). Adanya kewenangan penuntutan di KPK kan untuk menghindari proses bolak balik berkas," ujarnya.

Sedangkan yang berpotensi melemahkan upaya pemberantasan korupsi, lanjut Jasin, adalah sejumlah pasal yang menyatakan bahwa pelapor kasus dugaan korupsi dapat dipidanakan.
"Padahal di  konvensi PBB yang diratifikasi, pelapor itu juga harus dlindungi. Ini kok malah dipidanakan?" katanya.

Pasal lainnya adalah yang menyatakan bahwa advokat atau pengacara tidak dapat dipidanakan. "Ini kan namanya pelemahan," tandas Jasin.
Secara pribadi, ia juga mengaku tidak setuju dengan poin penghapusan hukuman mati yang tertuang dalam draft RUU KPK. Menurut Jasin, hukuman mati bagi koruptor tetap perlu menjadi pertimbangan jika negara dalam kondisi krisis.

"Pasal 2 Ayat (2) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999, apabila korupsi dilakukan dalam krisis ekonomi dan bencana alam, koruptor dapat dituntut hukuman mati. Ini perlu dipikirkan," katanya.
Secara terpisah, juru bicara KPK, Johan Budi mengatakan bahwa pihaknya belum merasa perlu adanya revisi Undang-undang KPK. Namun, dalam hal ini, KPK hanya pelaksana undang-undang yang tidak berwenang menentukan perlu atau tidaknya revisi atas suatu undang-undang.
"Tinggal kita serahkan ke masyarakat apakah menginginkan itu atau tidak. Yang sekarang saja belum dimaksimalkan," kata Johan.

9 Poin Lemah versi ICW

Terkait revisi UU Tipikor yang digagas pemerintah, ICW juga mencatat setidaknya ada 9 poin yang dinilai akan melemahkan fungsi KPK dan upaya pemberantasan korupsi. Sembilan poin tersebut adalah:
1. Menghilangkan ancaman hukuman mati yang sebelumnya diatur dalam Pasal 2 Ayat (2) UU Nomor 31 Tahun 1999.

2. Menghilangnya Pasal 2 yang paling banyak digunakan aparat penegak hukum dalam menjerat koruptor.

3. Hilangnya ancaman hukuman minimal di sejumlah pasal.

4. Penurunan ancaman hukuman minimal menjadi 1 tahun. Dalam UU yang berlaku saat ini, ancaman hukum antara 1-4 tahun untuk korupsi yang melibatkan penegak hukum dan merugikan keuangan negara.

5. Melemahnya sanksi untuk mafia hukum, seperti suap untuk aparat penegak hukum.

6. Ditemukan pasal yang potensial mengkriminalisasi pelapor saksi kasus korupsi.

7. Korupsi dengan kerugian negara di bawah Rp 25 juta bisa dilepas dari penuntutan hukum.

8. Kewenangan penuntutan KPK tidak disebutkan secara jelas.

9. Tidak ditemukan dalam RUU Tipikor seperti dalam Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 dan UU No 20 Tahun 2001 yang mengatur tentang pidana tambahan. 

di kutif dari Kompas.com 

Wednesday 30 March 2011

SPPD FIKTIF


Enam SKPD di lingkungan Pemprov Riau belum berhasil mempertanggungjawabkan SPPD 2009. Temuan BPK menyebutkan angka penyimpangan Rp 2,4 miliar.

Riauterkini-PEKANBARU- Hasil audit Badan Pemeriksa Keungan (BPK) RI Perwakilan Riau terhadap Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) 2009 di enam Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Lingkungan Pemprov Riau mencuatkan temuan adanya indikasi penyimpangan. Diduga terjadi SPPD fikti di keenam SKPD dengan total anggaran Rp 2,4 miliar.

"Tim kami memang menemukan adanya SPPD fiktif di enam SKPD Pemprov Riau dengan nilai Rp 2,4 miliar," papar Kepala Sub Auditorial BPK RI Perwakilan Riau Damciwar Ade kepada wartawan di kantornya, Rabu (30//3/11).

Keenan SKPD yang terdapat temuan SPPD fiktif adalah Sekretariat DPRD Riau, Sekretariat Daerah (Setda) Provinsi Riau, Dinas Pendapatan Daerah, Dinas Pemuda dan Olahraga, Dinas Pekerjaan Umum dan Badan Perpustakaan dan Arsip Provinsi Riau.

Dari seluruh temuan dengan total Rp 2,4 miliar, jelas Damciwar, sudah ada yang dikembalikan uangnya hinga mencapai Rp 1,9 miliar. Artinya masih ada sekitar Rp 500 juta lagi sisa yang harus dikembalikan ke kas daerah. Hanya saja Damciwar tidak bersedia merincikan hutang masing-masing SKPD terkait sisa SPPD fiktif tersebut.

Mengenai tenggat waktu pengembalian sisa SPPD fiktif, Damciwar juga tidak menyebut waktu. Pihak BPK hanya berjanji akan terus memantau pengembaliannya. Jika nantinya tak kunjung dikembalikan, maka proses selanjutnya diserahkan kepada Inspektorat Provinsi Riau agar mengeluarkan Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti RUgi (TPTGR).

"Kewenangan kami hanya sebatas itu. Tidak labih," demikian penjelasannya.


 Sumber : http://www.riauterkini.com/hukum.php?arr=35710

Thursday 24 March 2011

AWAS KORUPSI

Dari Abu Humaid as Sa’idi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
هَدَايَا الْعُمَّالِ غُلُولٌ
“Hadiah untuk para pegawai adalah ghulul (harta yang di dapat dari khianat terhadap amanah, korupsi)” (HR Ahmad no 23601).
عَنْ عَدِىِّ بْنِ عَمِيرَةَ الْكِنْدِىِّ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « مَنِ اسْتَعْمَلْنَاهُ مِنْكُمْ عَلَى عَمَلٍ فَكَتَمَنَا مِخْيَطًا فَمَا فَوْقَهُ كَانَ غُلُولاً يَأْتِى بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ».
Dari ‘Adi bin ‘Amirah al Kindi, Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنِ اسْتَعْمَلْنَاهُ مِنْكُمْ عَلَى عَمَلٍ فَكَتَمَنَا مِخْيَطًا فَمَا فَوْقَهُ كَانَ غُلُولاً يَأْتِى بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ».
“Siapa di antara kalian yang kami beri amanah dengan suatu pekerjaan lalu dia tidak menyerahkan sebuah jarum atau yang lebih bernilai dari pada itu kepada kami maka harta tersebut akan dia bawa pada hari Kiamat sebagai harta ghulul (baca:korupsi)” (HR Muslim no 4848).
Dari Abdullah bin Buraidah dari ayahnya, Buraidah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنِ اسْتَعْمَلْنَاهُ عَلَى عَمَلٍ فَرَزَقْنَاهُ رِزْقًا فَمَا أَخَذَ بَعْدَ ذَلِكَ فَهُوَ غُلُولٌ ».
“Siapa saja yang kami pekerjakan lalu telah kami beri gaji maka semua harta yang dia dapatkan di luar gaji (dari pekerjaan tersebut, pent) adalah harta yang berstatus ghulul (baca:korupsi)” (HR Abu Daud no 2943, Dalam Kaifa hal 11, Syeikh Abdul Muhsin al Abbad mengatakan, ‘Diriwayatkan oleh Abu Daud dengan sanad yang shahih dan dinilai shahih oleh al Albani’).
Dari Musa bin ‘Uqbah, ketika ‘Iyadh bin Ghanam diangkat sebagai gubernur Himsh di masa Khalifah Umar bin Khatab, sejumlah keluarganya datang menemuinya dengan maksud mengharap bantuan Iyadh. Iyadh menyambut mereka dengan wajah ceria, memberi tempat untuk menginap dan memuliakan mereka. Mereka tinggal selama beberapa hari. Setelah itu mereka berterus terang meminta bantuan. Mereka juga bercerita bagaimana susahnya perjalanan dengan harapan agar mendapat bantuan. Iyadh lantas memberikan kepada masing-masing mereka uang sebanyak sepuluh dinar. Mereka semua berjumlah lima orang. Ternyata mereka kembalikan uang sepuluh dinar tersebut. Mereka merasa marah dan mencela Iyadh.
Iyadh lantas berkata, “Wahai anak-anak pamanku, demi Alloh aku tidaklah mengingkari hubungan kekerabatan yang ada di antara kita. Aku juga menyadari bahwa kalian punya hak untuk mendapat bantuanku serta jauhnya perjalanan kalian sehingga bisa sampai sini. Namun aku tidak punya melainkan apa yang sudah kuberikan. Untuk lebih daripada itu aku harus menjual budakku dan barang-barang kebutuhanku maka tolong pahamilah keadaanku”.

Mereka mengatakan, “Demi Alloh kami tidak bisa menerima alasanmu karena engkau adalah penguasa separoh negeri Syam (sekarang meliputi Suriah, Yordania, Palestina dan Libanon pent). Masak engkau tidak mampu memberi kami ongkos perjalanan pulang yang mencukupi?”.
Beliau dengan tegas mengatakan, “Apakah kalian menyuruhku untuk mencuri harta Alloh?!
فوالله! لأن أُشقَّ بالمنشار أحبُّ إليَّ من أن أخون فلساً أو أتعدَّى!

Demi Alloh, seandainya badanku dibelah dengan gergaji itu lebih aku sukai dari pada aku berkhianat mengambil harta negara meski hanya satu fulus (baca: seratus rupiah) atau aku bertindak melampaui batas”.
Mereka berkata, “Kami sudah bisa memahami kemampuan finansialmu. Sebagai gantinya, berilah kami jabatan yang menjadi kewenanganmu. Kami akan melaksanakan tugas sebagaimana para pegawai yang lain dan kami mendapatkan gaji sebagaimana yang juga mereka dapatkan. Engkau telah mengenal kami dengan baik. Kami tidak akan menyalahgunakan wewenang yang kau berikan kepada kami”.
Beliau berkata, “Sungguh aku adalah orang yang sangat ingin berbuat baik dan memberi jasa kepada kepada orang lain. Namun apa jadinya jika sampai berita kepada Umar bahwa aku memberi jabatan kepada sejumlah keluargaku. Tak ayal lagi beliau pasti akan menyalahkanku”.

Mereka berkata, “Bukankah Abu Ubaidah yang mengangkatmu sedangkan engkau masih kerabat dekat Abu Ubaidah dan nyatanya Umar menyetujui pengangkatanmu? Seandainya engkau mengangkat kami niscaya Umarpun akan setuju”.

Beliau berkata, “Aku tidaklah sebagaimana Abu Ubaidah dalam pandangan Umar”. Akhirnya mereka ngeloyor sambil mencela Iyadh (Shifat al Shofwah karya Ibnul Jauzi 1/669-670, cet Dar al Ma’rifah Beirut).

Beliaulah ‘Iyadh bin Ghanam bin Zuhair. Beliau masuk Islam sebelum perjanjian Hudaibiyah. Beliaupun menyaksikan Hudaibiyyah bersama Rasulullah. Ketika Abu Ubaidah hendak meninggal dunia. Abu Ubaidah mengangkat Iyadh untuk menggantikan jabatannya dan khalifah Umar menyetujui keputusan beliau tersebut.
Beliau adalah seorang yang dermawan. Ada yang mengadukan sifat beliau ini kepada Umar dengan tuduhan beliau suka menghambur-hamburkan harta dengan maksud agar beliau dipecat oleh khalifah. Mendengar laporan tersebut, Umar malah berkata, “Beliau hanya dermawan dengan hartanya. Akan tetapi jika beliau memegang harta Alloh (baca: uang negara) maka tidak akan beliau berikan sedikitpun kepada siapapun. Aku tidak akan memecat orang yang diangkat oleh Abu Ubaidah”. Kisah di atas menunjukkan benarnya perkataan Umar bin Khattab.

Beliau meninggal dunia tanpa meninggalkan harta sedikitpun. Beliau meninggal tahun 20 H dalam usia 60 tahun.

Demikianlah kehati-hatian shahabat terhadap korupsi, suatu hal yang langka kita jumpai di zaman ini.

Benarlah sabda Nabi.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ « لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لاَ يُبَالِى الْمَرْءُ بِمَا أَخَذَ الْمَالَ ، أَمِنْ حَلاَلٍ أَمْ مِنْ حَرَامٍ » .
Dari Abu Hurairah, Nabi bersabda, “Manusia akan menjumpai suatu masa yang di masa tersebut orang tidak lagi memiliki kepedulian apakah dia mendapatkan harta dari jalan yang halal ataukah dari jalan yang haram” (HR Bukhari no 2083).
Menurut Syeikh Abdul Muhsin al Abbad, orang-orang yang tidak memiliki kepedulian terhadap halal dan haram memiliki prinsip bahwa semua harta yang bisa didapatkan itulah harta yang halal. Sedangkan semua harta yang tidak bisa mereka dapatkan itulah harta yang haram. Sedangkan dalam ajaran Islam halal adalah semua yang dihalalkan oleh Alloh dan rasulNya. Sebaliknya haram adalah semua yang diharamkan oleh Alloh dan rasulNya (Kaifa Yu-addi al Muwazhzhaf al Amanah hal 10).
إِنَّ أَوَّلَ مَا يُنْتِنُ مِنَ الإِنْسَانِ بَطْنُهُ ، فَمَنِ اسْتَطَاعَ أَنْ لاَ يَأْكُلَ إِلاَّ طَيِّبًا فَلْيَفْعَلْ
“Sesungguhnya bagian badan manusia yang pertama kali membusuk adalah perutnya. Oleh karena itu, siapa yang mampu untuk hanya makan makanan yang halal saja maka hendaknya dia usahakan” (HR Bukhari no 6733 dari Jundab bin Abdillah).
 http://ustadzaris.com/awas-korupsi

Wednesday 23 March 2011

SITUS PSSI DITEMBUS HECKER


Jakarta: Situs resmi PSSI www.pssi-football.com kembali di-hack pada Ahad (20/3) siang sekitar pukul 14.00 WIB. Halaman depan situs organisasi sepakbola ini berubah dengan tampilan gambar berwajah tikus yang menggunakan dua pistol dan tulisan "Stop Korupsi". Selain itu, di bawah gambar ada juga ada tulisan "Stop Korupsi & Suap di Indonesia !! Hacked by Aktivis Tukang Gorengan Peduli Indonesia."

Tidak jelas apa tujuan hacker ini menembus situs PSSI. Beberapa hari sebelumnya, situs ini juga dikacaukan hacker dengan mengubah halaman depan namun tak menyinggung soal PSSI.

PSSI sendiri saat ini akan menggelar dua Kongres besar. Namun, belum menetapkan dimana lokasi tempat kongres PSSI tersebut. Sejumlah Pengprov PSSI pun menyatakan siap menjadi tuan rumah digelarnya kongres memilih Ketua Umum PSSI periode 2011-2015 mendatang.

Sebelumnya, Sekjen PSSI Nugraha Besoes kepada wartawan mengatakan, kemungkinan besar Kongres PSSI tersebut bakal digelar di Pekanbaru, Riau. Beberapa kota lainnya yang sempat disebut-sebut akan dijadikan lokasi untuk kongres yakni Balikpapan dan Denpasar. Kongres PSSI 26 Maret untuk membentuk Komite Pemilihan dan Komite Banding PSSI. Sementara Kongres 29 April untuk pemilihan Komite Eksekutif (Exco) PSSI 2011-2015 [baca: PSSI Hanya Akan Undang Anggota

KISAH KIAYI YANG PERLU DIRENUNGKAN

LAZIMNYA kiai  hosh atau pemuka agama yang menguasai berbagai macam ilmu, Kiai Ahmadi memiliki daya penglihatan luar biasa.

Suatu saat Kiai Ahmadi terkejut melihat roti di atas meja yang hendak disantapnya tiba-tiba berubah menjadi bara.Dia coba menyentuh roti itu dengan ujung jari telunjuknya. Benar-benar seperti menyentuh bara.Panas. Sejenak Kiai Ahmadi mengaduh sambil meniup-niup jari telunjuknya yang terasa terbakar. Lalu dia tepekur memandangi potongan- potongan roti itu. Ia lantas teringat Kasman, teman kecilnya, yang kini menjadi pejabat penting. Kemarin Kasman datang bersilaturahmi bersama istri membawakan oleh-oleh roti itu. “Kok diam saja,Pak? Apa rotinya tidak enak?”sapa istrinya yang baru muncul dari dapur membawakan dua gelas kopi hangat.


“Sebaiknya roti ini segera dibuang saja, Bu,” ujar Kiai Ahmadi dengan muak. “Eh,jangan,Pak.Roti ini harganya mahal. Sayang kalau dibuang. Kalau kamu tidak doyan, biar aku saja yang menyantapnya,” tukas istrinya sambil memungut sepotong roti itu. Lalu menyantapnya dengan lahap. Kiai Ahmadi mendengus panjang. Dia heran.Ternyata istrinya tidak merasakan panas,ketika memungut sepotong roti itu.Padahal,di matanya,sepotong roti yang sedang disantap istrinya itu adalah sepotong bara yang mengepulkan asap putih. “Roti ini enak sekali, Pak. Cobalah dicicipi.” Kiai Ahmadi masih saja bungkam. Dia sadar, bahwa kini dia memang memiliki mata yang lebih jeli dibanding mata orang-orang awam.


Misalnya saja pada hari-hari kemarin dia melihat mulut tetangga kanan kirinya yang belepotan darah seperti mulut serigala yang baru saja habis menyantap seekor kelinci. Dia cuma bisa mendugaduga bahwa mereka yang seharihari berprofesi sebagai PNS itu mungkin baru saja melakukan korupsi uang kantor untuk menambah uang belanja. Kiai Ahmadi menduga matanya yang sekarang lebih jeli itu mungkin berkat ketekunannya melakukan salat tahajud, setiap malam. Ibadah sunah itu dilakukannya dengan maksud untuk menyucikan hati dan pikirannya, supaya ia bisa lebih khusyuk beribadah di masa tuanya. Sebagai orang yang sudah tua, Kiai Ahmadi hanya punya keinginan agar bisa lebih khusyuk beribadah.


Kini,ketiga anaknya sudah mentas, bahkan mereka kini boleh dibilang sudah mapan,karena masing- masing sudah punya jabatan. Si sulung Sarju sudah menjadi kepala kantor. Adik Sarju, Herman, sudah menjadi wakil kepala kantor. Dan si bungsu, Faisol, malah sudah menjadi wakil bupati. Sejak dulu Kiai Ahmadi selalu rajin memberi nasihat kepada anak-anaknya agar mereka selalu jujur dan bersih sebagai pegawai atau pejabat. Kini tiba-tiba Kiai Ahmadi mencemaskan ketiga anaknya.“Mungkinkah mulut mereka juga sudah belepotan darah seperti mulut serigala?”tanyanya dalam hati. Pagi itu Faisol datang. Benar saja.


Di mata Kiai Ahmadi mulut anak  bungsunya itu tampak belepotan darah. Lalu diajaknya Faisol bicara empat mata di ruang keluarga. “Benarkah kamu telah melakukan korupsi?” tanya Kiai Ahmadi dengan mata mendelik. Faisol tidak menjawab. “Jawab dengan jujur!” bentak Kiai Ahmadi. Dada Faisol terasa sesak. “Aku pernah berkata, kalau anak-anakku ternyata melakukan korupsi, aku tidak mau lagi mengakuinya sebagai anak!” seru Kiai Ahmadi sambil menerawang ke luar jendela, “kamu pasti masih ingat kata-kataku itu,bukan?!” Faisol hanya mengangguk lesu. “Uang apa yang telah kamu korupsi? Jawab yang jujur!”desak Kiai Ahmadi.


Dengan terpaksa Faisol menjawab terus terang.“Saya bersama semua camat memang pernah menerima uang dalam amplop. Hanya itu saja,Ayah.” “Kamu tahu dari mana uang itu?” “uang itu dari seorang pengusaha yang hendak membangun pabrik di daerah ini.” “Apakah sudah ada rakyatmu yang kamu paksa untuk menjual sawah atau tanahnya kepada pengusaha itu?” Faisol mendengus panjang.“Saya tidak memaksa rakyat,Ayah. Saya cuma merayu mereka,supaya mereka bersedia menjual sawah atau tanahnya untuk pembangunan pabrik. Sebab kalau sudah ada banyak pabrik, para pengangguran akan bisa mendapatkan pekerjaan.” “Kamu telah menindas rakyatmu sendiri! Itulah sebabnya sekarang di mataku mulutmu belepotan darah seperti mulut serigala yang habis menyantap seekor kelinci!” Kiai Ahmadi geram, matanya berkaca-kaca. Faisol menangis.


Penyesalan memenuhi dadanya. “Kamu telah mengecewakanku!” geram Kiai Ahmadi lagi sambil menyeka air matanya. “Maafkan saya, Ayah.” “Kamu juga harus minta maaf kepada rakyatmu yang telah kamu paksa untuk menjual tanah dan sawahnya! Uang dari pengusaha kamu kembalikan semuanya!” Faisol menyeka air matanya. Rasanya tidak mungkin dia berani mengembalikan uang yang telah diterimanya. Juga tak mungkin rasanya ia bersedia meminta maaf kepada rakyatnya. Kiai Ahmadi tidak bicara lagi. Wajahnya termangu dan matanya menerawang ke luar jendela. Dia menduga mulut Sarju dan Herman mungkin juga sudah belepotan darah seperti mulut serigala yang habis menyantap seekor kelinci.Esok atau lusa mereka mungkin akan datang mengunjunginya.


Benar,keesokan harinya,Sarju dan Herman datang hampir bersamaan, membawa istri dan anak mereka masing-masing. Kiai Ahmadi pun melihat mulut mereka belepotan darah. Lalu segera kedua anaknya itu disuruhnya masuk kamar untuk diajak bicara pelanpelan. “Mulut kalian tampak belepotan darah. Kalian pasti telah melakukan korupsi, bukan?!” sambut Kiai Ahmadi. Sarju dan Herman tersipu-sipu. Segera mereka usap bibir masingmasing dengan sapu tangan seperti ketika habis makan.Tapi mereka melihat sapu tangan mereka masih bersih.Tak ada bercak darah. “Hanya aku yang bisa melihat mulut kalian belepotan darah!” ucap Kiai Ahmadi. Sarju dan Herman saling pandang. Mereka merasa geli.Mereka menduga ayah sengaja ingin mengajaknya bergurau.


Tapi kalau cuma ingin bergurau, mengapa harus di dalam kamar yang tertutup? “Jawab yang jujur! Benarkah kalian telah melakukan korupsi?” suara Kiai Ahmadi bergetar. Matanya mendelik menatap wajah kedua anaknya itu. Sarju dan Herman kembali tersipu. “Jawab yang jujur!”desak Kiai Ahmadi. Sarju mengangkat bahu. Herman mendengus, lalu berkata tegas,“Sekarang tidak ada pejabat yang tidak pernah melakukan korupsi,Ayah.”


“Korupsi itu sejak dulu sudah menjadi budaya di semua kantor pemerintah, Ayah,” sambung Sarju, “kalauadapejabatyangmengakutidak pernah korupsi,pasti bohong.” Kiai Ahmadi menangis tersedusedu setelah mendengar ucapan kedua anaknya.Dia segera teringat seorang temannya yang kini sudah menjadi mantan presiden, ketika mereka sama-sama nyantri di pondok pesantren. Apakah sewaktu menjadi presiden temannya itu bisa melihat mulut banyak orang di sekitarnya belepotan darah? Atau justru mulut temannya itu belepotan darah juga seperti mulut serigala yang habis berpesta? “Sebaiknya Ayah tidak usah terlalu banyak pikiran,”saran Sarju. “Iya, sebaiknya Ayah beribadah saja yang khusyuk.Ayah tidak usah memikirkan kehidupan kami,” sambung Herman.


“Bagaimana mungkin aku bisa khusyuk beribadah, kalau melihat mulut kalian berlumur darah seperti mulut serigala?!” tukas Kiai Ahmadi sambil tersedu-sedu. Sarju dan Herman segera keluar meninggalkan kamar ayahnya. Mereka merasa sia-sia untuk melanjutkan perbincangan dengan ayah. Di mata mereka, ayah terlalu kolot. “Mungkin Ayah sudah mulai mengidap gejala pikun, sehingga bicaranya aneh-aneh. Masa mulut kami dikatakan belepotan darah?!” bisik Herman dengan bersungut- sungut. “Ah,tak usah ditanggapi serius. Orang tua itu kalau bicara memang kadang aneh-aneh,” sergah Sarju dengan tersenyum. Di dalam kamar Kiai Ahmadi masih saja menangis. Hatinya terasa hancur.


Dadanya mendadak sangat sesak, kepalanya sangat pusing, dan matanya berkunangkunang, sebelum kemudian dia jatuh pingsan.Setelah siuman,Kiai Ahmadi melihat ketiga anak dan ketiga menantunya sedang membacakan Surat Yasin bersama-sama di sekeliling tubuhnya yang terbujur lemas. Kiai Ahmadi ingin bangkit,tapi sekujur tubuhnya tidak bertenaga lagi. Di matanya, ketiga anak dan ketiga menantunya itu tiba-tiba menjelma menjadi sekawanan serigala yang hendak menerkam dan mencabik-cabik tubuhnya.(*)


MANAF MAULANA

Menulis prosa, puisi dan esai yang diterbitkan di berbagai media. Juga mengelola Pondok Kreatif.

Sumber : http://www.artikelkomputer.net/2011/02/kiai-dan-koruptor.html

Monday 21 March 2011

TERNYATA AKU KORUPSI

Tak terasa 4-5 tahun telah aku lalui menjadi Pegawai Honorer,  Selama 4-5 tahun itu sudah banyak hal yang bersifat guyonan, ejekan, tawa, yang selalu hadir dalam menekuni pekerjaan ini dan tak lupa memikirkan bagaimana nasib kedepan dan mengubah nasib ini menjadi lebih baik alias menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS), entah beberapa kali ikut tes untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil selalu hasilnya nol.
Alhasil setelah menunggu beberapa tahun dengan sabar  kesabaranpun membuahkan hasil dengan diangkatnya menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) melalui data Base Tenaga Honorer, Alhamdulilah …. !

Seorang teman,  yang kerjanya sebagai petani langsung nyeletuk, "kalau jadi Pegawai  jangan korupsi ya... jangan menyusahkan orang lain, apalagi menyusahkan orang miskin yang berurusan di kantor mu" Celetukan itu menggoyahkan hatiku sebagai calon PNS. Namun, celetukan tersebut menunjukkan bahwa gambaran PNS di mata kebanyakan orang negatif. Semua PNS tampaknya diidentikkan dengan koruptor.
Setelah beberapa bulan merasakan menjadi seorang Calon Pegawai Negeri Sipil, celetukan teman terngiang / teringat kembali,  ternyata ada benarnya celetukan teman, tak terasa dan tanpa sadar rupiah demi rupiah  telah aku korupsi, adapun uang yang telah ku korupsi antara lain :

1.    Uang kesejahteraan  ( uang kesra )
Setiap Pegawai Negeri Sipil yang berada di Kabupaten Indragiri Hilir tentunya akan merasakan tunjungan kesejahteraan, hal ini tentunya salah satu tambahan penghasilan bagi pegawai  dengan sarat sarat tertentu sesuai dengan peraturan daerah, adapun aturan untuk mendapatkan uang kesejahteraan tersebut menggunakan indikator kehadiran alias masuk kerja dan mengikuti apel pagi dan apel sore dan apabila ketentuan tersebut tidak di taati alias tidak apel  apalagi tidak masuk kerja maka uang kesejahteraan tersebut akan dipotong sebesar 2% perhari, dan apabila berturut turut 10 hari tidak masuk kerja maka uang kesejahteraan tersebut tidak akan diberikan, hal inilah yang membuat aku menjadi korupsi. Karena aku selalu menerima penuh tampa potongan sama sekali.
Kalau kita hitung uang kesejahteraan tersebut  diberikan kepada pegawai sebesar lebih kurang Rp40.000,00. (empat puluh ribu rupiah perhari kerja) sama dengan Rp20.000,00  persetiap apel , atau lebih kurang Rp800.000,00 perbulan, bayangan jika kita sepuluh hari tidak apel atau tidak masuk kerja dalam satu bulan  maka  2% perhari dikali 10 hari, jelas sudah lebih kurang Rp160.000,00  uang yang aku korupsi.

2.    Uang gaji
Tanpa sadar uang gaji yang aku terima  pun terkandung  uang  korupsi , saat ini uang gaji ku sebesar Rp2.250.000.00 (dua juta dua ratus lima puluh ribu rupiah) dan kalau dibagi berdasarkan jam kerja maka perjamnya aku terima lebih kurang Rp13.000,00. Atas asumsi dari Rp2.250.000.00 dibagi jam kerja yang lebih kurang 170 jam perbulan. Hal ini aku terima penuh tampa potongan, walaupun aku tidak masuk kantor atau sekedar ngobrol ke warung kopi selama berjam jam. Coba hitung berapa ruginya Negara jika pegawai yang gajinya seperti saya lebih kurang Rp13.000,00 perjam  yang selalu membuang waktu di kedai kopi  selama 3 jam perhari di warung  kopi, mari kita kalikan 3 jam di kali 20 hari kerja di kali Rp13.000. maka hasilnya Rp780.000,00. Maka jelas uang yang saya korupsi  sebesar Rp160.000,00 ditambah Rp780.000 berjumlah  Rp940.000 perbulan, bayangkan berapa uang yang akan saya korupsi jika ini terus terjadi selama beberapa tahun kedepan.

Akhir kata aku ingin menjadi PNS yang produktif, bukan PNS pemalas yang jadwalnya kebanyakan bersantai sambil menyeruput kopi hitam atau teh manis. Semoga aku dapat berkarya kawan-kawan.


KITA HARUS JUJUR

Semisal Indonesia tercinta ini punya satu saja pemimpin nasional seperti Al-Faruq Umar ibn Khaththab, insya Allah bereslah semua persoalan bertele-tele yang melanda bangsa ini. Jangan dilihat dari kacamata agama saja, nanti dikira kita ini fanatik. Coba ambil perspektif lain, dari sudut pandang sejarah dan sosial misalnya.

Sejarah sudah mencatat berlembar-lembar kehebatan amirulmukminin ini dalam memperluas wilayah dakwah Islam sampai Syam dan Irak, meng-KO kekuatan despotik luar biasa Persia di bawah Kisra dan Romawi di bawah Heraklius, mengatasi menggilanya musibah kelaparan dan wabah penyakit Amawas, dan segala terobosan luar biasa dalam hukum tata negara. Semua itu sulit terjadi kalau bukan Umar yang memimpin kala itu. Sampai dikatakan para sahabat bersedih kala beliau wafat dan mengatakan bahwa sepeninggal Umar, Islam mengalami keretakan yang sampai kiamatpun tak akan bisa diperbaiki. Umar adalah ahli zuhud, yang berada di garda paling depan dalam membela kaum tertindas, dan sahabat akrab bagi kaum miskin.

Saya tak berani menuduh Indonesia ini tak bakal bisa melahirkan pemimpin sekaliber Umar Al-Faruq, pemisah kebenaran dan kebatilan, kemakrufan dan kemungkaran. Bismillah, Indonesia punya segudang Umar-Umar yang bakal menjadi ujung tombak pemberdayaan fakir miskin se-Nusantara dan pembebas rakyat dari belenggu ketertindasan.

Betapa para calon pemimpin kita di segala sektor pemerintahan sebetulnya amatlah meyakini diri (atau meyakin-yakinkan diri?) sebagai pembebas rakyat, pengemban amanat penderitaan rakyat. Pemilu-Pilkada hanyalah jalan bagi perjuangan dan gedung-gedung pemerintahanpun juga hanya jalan ber-jihad fi sabilillah. Kalau musim kampanye tiba dan beliau didaulat menyampaikan visi misi perjuangan, pasti beliau-beliau ini ingat ultimatum serius Allah ­wallahu ya’lamu m? tub-d?na wam? taktum?n, Allah tahu apa yang kau nyatakan dan apa yang kau sembunyikan, apa yang kau agendakan dan apa yang kau pidatokan, apa yang kau selubungkan dan apa yang kau orasikan, Aku sangat tahu semua itu.

Jadi ya semoga saja kepemimpinan nasional kita di masa-masa mendatang jangan sampai menjadikan ‘bermanis-manis mulut’ itu sebagai kebiasaan politik, apalagi keharusan politik. Orang Jawa menyebut abang-abange lambe alias basa-basi. Kalau memang tak mampu, atau masih ada ‘tanggungan politik’ lainnya, ya diomongkan saja terus terang; “Hai rakyat Indonesia calon pemilihku, aku mau berjuang buat kemakmuranmu tapi aku juga dituntut loyal dan royal ke partai pengusungku, bagaimana menurutmu? Tahukah kau untuk kampanye ini saja aku habis milyaran, sedang gajiku selama lima tahunpun belum tentu bisa membalikkan modalku, lha terus macam mana saya nggak rugi kalau saya nggak korupsi, menggolkan tender-tender, menjilati pantat investor, dan menggusur kakilima? Saya ini serba salah, jadi tolonglah kalian semua jangan banyak protes kalau saya mimpin atau kalian punya solusi yang lebih baik untuk problemku ini…”

Itu kan jujur namanya. Rakyat pasti mau mengerti kok. Daripada Anda ngomong panjang lebar soal kemakmuran saat Yaumul Pilkada, tapi begitu sudah jadi Gubernur atau Walikota senangnya menghijrahkan uang rakyat ke kantong pribadi. Lebih baik mintalah ijin terlebih dahulu pada rakyat kalau mau ngemplang uang mereka, daripada nanti timbul fitnah dan huru hara belakangan. Calon pemimpin harus gentle dan dilarang munafik. Kalau sampai Anda ngomong yang baik-baik waktu kampanye, tapi kenyataannya berbanding terbalik nanti, itulah Anda sudah ditipudayai syaithanirrajiim.

Ya Allah, sebetulnya sudah bukan saatnya lagi bagi negeri ini untuk mengurusi korupsa-korupsi, janji-janji ngibul, dan omong kosong lainnya. Padahal, sudah waktunya bagi para pemimpin negeri ini untuk serius terhadap nilai-nilai, serius terhadap komitmen yang sudah dibikinnya sendiri, bahkan serius dalam meng-KPK-i diri sendiri. Tapi sepertinya itu masih jauh, Ya Rabb, ternyata kita masih harus memilih dalam ketersesatan!

Sumber : http://bhotol.dhmart.info/2011/03/02/izinkan-aku-korupsi/