TERJEMAHAN

Monday 21 March 2011

KITA HARUS JUJUR

Semisal Indonesia tercinta ini punya satu saja pemimpin nasional seperti Al-Faruq Umar ibn Khaththab, insya Allah bereslah semua persoalan bertele-tele yang melanda bangsa ini. Jangan dilihat dari kacamata agama saja, nanti dikira kita ini fanatik. Coba ambil perspektif lain, dari sudut pandang sejarah dan sosial misalnya.

Sejarah sudah mencatat berlembar-lembar kehebatan amirulmukminin ini dalam memperluas wilayah dakwah Islam sampai Syam dan Irak, meng-KO kekuatan despotik luar biasa Persia di bawah Kisra dan Romawi di bawah Heraklius, mengatasi menggilanya musibah kelaparan dan wabah penyakit Amawas, dan segala terobosan luar biasa dalam hukum tata negara. Semua itu sulit terjadi kalau bukan Umar yang memimpin kala itu. Sampai dikatakan para sahabat bersedih kala beliau wafat dan mengatakan bahwa sepeninggal Umar, Islam mengalami keretakan yang sampai kiamatpun tak akan bisa diperbaiki. Umar adalah ahli zuhud, yang berada di garda paling depan dalam membela kaum tertindas, dan sahabat akrab bagi kaum miskin.

Saya tak berani menuduh Indonesia ini tak bakal bisa melahirkan pemimpin sekaliber Umar Al-Faruq, pemisah kebenaran dan kebatilan, kemakrufan dan kemungkaran. Bismillah, Indonesia punya segudang Umar-Umar yang bakal menjadi ujung tombak pemberdayaan fakir miskin se-Nusantara dan pembebas rakyat dari belenggu ketertindasan.

Betapa para calon pemimpin kita di segala sektor pemerintahan sebetulnya amatlah meyakini diri (atau meyakin-yakinkan diri?) sebagai pembebas rakyat, pengemban amanat penderitaan rakyat. Pemilu-Pilkada hanyalah jalan bagi perjuangan dan gedung-gedung pemerintahanpun juga hanya jalan ber-jihad fi sabilillah. Kalau musim kampanye tiba dan beliau didaulat menyampaikan visi misi perjuangan, pasti beliau-beliau ini ingat ultimatum serius Allah ­wallahu ya’lamu m? tub-d?na wam? taktum?n, Allah tahu apa yang kau nyatakan dan apa yang kau sembunyikan, apa yang kau agendakan dan apa yang kau pidatokan, apa yang kau selubungkan dan apa yang kau orasikan, Aku sangat tahu semua itu.

Jadi ya semoga saja kepemimpinan nasional kita di masa-masa mendatang jangan sampai menjadikan ‘bermanis-manis mulut’ itu sebagai kebiasaan politik, apalagi keharusan politik. Orang Jawa menyebut abang-abange lambe alias basa-basi. Kalau memang tak mampu, atau masih ada ‘tanggungan politik’ lainnya, ya diomongkan saja terus terang; “Hai rakyat Indonesia calon pemilihku, aku mau berjuang buat kemakmuranmu tapi aku juga dituntut loyal dan royal ke partai pengusungku, bagaimana menurutmu? Tahukah kau untuk kampanye ini saja aku habis milyaran, sedang gajiku selama lima tahunpun belum tentu bisa membalikkan modalku, lha terus macam mana saya nggak rugi kalau saya nggak korupsi, menggolkan tender-tender, menjilati pantat investor, dan menggusur kakilima? Saya ini serba salah, jadi tolonglah kalian semua jangan banyak protes kalau saya mimpin atau kalian punya solusi yang lebih baik untuk problemku ini…”

Itu kan jujur namanya. Rakyat pasti mau mengerti kok. Daripada Anda ngomong panjang lebar soal kemakmuran saat Yaumul Pilkada, tapi begitu sudah jadi Gubernur atau Walikota senangnya menghijrahkan uang rakyat ke kantong pribadi. Lebih baik mintalah ijin terlebih dahulu pada rakyat kalau mau ngemplang uang mereka, daripada nanti timbul fitnah dan huru hara belakangan. Calon pemimpin harus gentle dan dilarang munafik. Kalau sampai Anda ngomong yang baik-baik waktu kampanye, tapi kenyataannya berbanding terbalik nanti, itulah Anda sudah ditipudayai syaithanirrajiim.

Ya Allah, sebetulnya sudah bukan saatnya lagi bagi negeri ini untuk mengurusi korupsa-korupsi, janji-janji ngibul, dan omong kosong lainnya. Padahal, sudah waktunya bagi para pemimpin negeri ini untuk serius terhadap nilai-nilai, serius terhadap komitmen yang sudah dibikinnya sendiri, bahkan serius dalam meng-KPK-i diri sendiri. Tapi sepertinya itu masih jauh, Ya Rabb, ternyata kita masih harus memilih dalam ketersesatan!

Sumber : http://bhotol.dhmart.info/2011/03/02/izinkan-aku-korupsi/

No comments:

Post a Comment