Dampak korupsi lebih kejam dari dampak perang
Di sini sering ditayangkan dokumental tentang perang dunia kedua di televisi, video hitam putih namun cukup jelas, belum lagi reporternya memang benar-benar ada di medan laga, ledakan sana sini, gedung-gedung yang hancur dan orang-orang yang berlarian.
Kekejaman Hitler telah menjadi sejarah yang patut kita ingat sepanjang kehidupan manusia. Bermula dari sebuah ide atau pemikiran yang jahat, ekstrim, yang berubah menjadi praktek keji dan tak berprikemanusiaan.
Awalnya orang-orang yahudi diberi tanda di lengannya, dengan logo bintang david. Kemudian orang-orang itu dikumpulkan di sebuah kamp. Lalu kamp itu makin lama makin penuh. Dalam video terlihat anak-anak dan orang-orang yang mengemis ataupun tergeletak, mati kelaparan. Kaki-kaki dan tangan yang kurus, muka yang yang dilapisi kulit yang menutupi tengkorak.

Jutaan orang kehilangan nyawanya dalam perang itu, baik di pihak sekutu maupun di pihak jerman dan aliansinya.
Tatkala serdadu merah memasuki kota Berlin untuk menumpas Nazi dan membebaskan orang-orang sipil dari berbagai negara jajahan Jerman, pasukan rusia-pun sama halnya dengan apa yang telah dilakukan oleh pasukan jerman, mereka memanfaatkan kemenangannya dengan memperkosa wanita-wanita jerman, bahkan wanita-wanita dari negaranya sendiri yang berada di sana.
Seorang petinggi militer Rusia bersumpah bahwa di front depan pasukannya terkontrol rapih, tidak ada bandalisme dan penindasan terhadap sipil, tapi ada ribuan wanita yang menjadi saksi akan kekejaman serdadu merah.
Perang meminta banyak nyawa, militer maupun sipil. Perang menghancurkan infrastruktur; ekonomi; kedamaian dan kestabilan suatu negara. Dalam perang tidak ada kebaikan, hanya ada dendam, anak-anak yatim, piatu, janda, orang tua yang kehilangan anaknya, orang-orang yang kehilangan organ2 tubuhnya maupun rumahnya.
Perang-perang manusia tertulis dalam sejarah yang dipelajari di sekolah-sekolah, mengingatkan kebodohan manusia, mengingatkan kita bahwa perang tidak membawa keberuntungan.
Walaupun begitu, masih ada negara-negara yang dilanda perang. Tentu sebuah negara yang mampu secara ekonomi, militer dan teknologi, menyerang sebuah negara yang sumber daya alamnya kaya – maupun perang pemberantasan etnis.
Kadang aku berpikir, setelah peperangan reda, kondisi sedikit demi sedikit kembali pulih, anak-anak kembali sekolah, pasar-pasar kembali dibuka, orang-orang kembali lahir dengan semangat untuk membangun negrinya – dengan ide-ide yang baru, pikiran yang terbuka, jiwa dan raga yang didedikasikan untuk membangun negaranya.
Yang lebih patetik dan menyedihkan, di Indonesia perang telah selesai setengah abad yang lalu, tapi ada rakyat yang mati kelaparan. Anak-anak yang tak bisa bersekolah karena tak ada biaya, negara penghasil beras yang mengimpor beras, negara yang bersumber daya alam kaya namun berhutang sampai tujuh turunan.
Tentu ada banyak ide dan solusi untuk mengangkat negara kita dari lubang kubur.
Pertama tentu menegakkan keadilan. Menghukum koruptor.
Yang belum aku lihat mungkin pemotongan drastis gaji para petinggi negara.
Seharusnya tidak boleh ada petinggi yang naik mobil atau fasilitas lainnya, kalau rakyatnya tak bisa makan, tidak bisa bersekolah dan harus mencuri demi mengisi perut lapar.
Belum ada aktuasi drastis dari para pemimpin. Mereka lebih takut menjadi miskin daripada takut dibenci rakyat.
“Dibenci rakyat adalah hal yang harus dihindar dari seorang pemimpin”, menurut Maquiavelo.
Belum aku lihat seorang pemimpin yang kuat, padahal di tangan pemimpinlah negara kita bisa berubah.
Indonesia dalam tahun mendatang tidak bisa maju dibandingkan negara-negara tetangga.
1. Belum ada pemimpin yang kuat dan idealis->tidak ada keadilan->ketidakstabilan
2. Mengolah sumber daya alam secara sembrono -> bencana->kemiskinan/kelaparan
3. bencana alam->kemiskinan lebih jauh, ketidakstabilan
4. ketidakstabilan->menghindarnya investor asing->pembangunan minus, lapangan kerja minus
5.ketidakadilan sosial -> perang saudara
Perang mungkin memang alat yang amat jahat.Namun ribuan orang yang menyalahgunakan autoritas dalam suatu negara yang berkonotasi damai, lebih jahat lagi daripada perang. Orang yang beride rakus dan pendek sampai pada tampuk pemerintahan, mereka hanyalah pencuri.
Sampai tahun 1945, rakyat Indonesia dengan bangga menulis sejarahnya dengan gemilang.
Tahun 1945 ke depan, hanya ada sejarah yang gelap, yang tak bisa tertulis. Karena siapa penjajahnya? bangsa Indonesia sendiri!
Perang bisa selesai karena: satu pihak menang – lainnya kalah, intervensi luar (PBB), persetujuan damai antara kedua belah pihak, dll.
Perang terhadap kronis moral yang diidap sebagian besar bangsa kita, mungkin lebih sulitkah? karena ya itu, yang menjajah saudara kita sendiri, ga gampang membuktikan korupsi, kolusi dan nepotisme yang sudah menjadi “budaya” bangsa.
Solusinya, bisik-bisik sana sini obrolan sesama rakyat yaitu dengan revolusi, tapi katanya apa benar orang-orang indonesia masih menganggap tabu kata “revolusi”?
Tentu kita semua tak ingin ada perang saudara di negara kita. Lebih baik hidup damai dalam kemiskinan dan ketidakadilan, apatis dan berdoa kepada Tuhan semoga besok anak kita bisa terus makan dan bersekolah.
Sumber : HTTP:// SEKOLAH KORUPSI.COM