TERJEMAHAN

Monday 20 June 2011

HUKUM PANCUNG ITU BIASA

Hari ini media di Jakarta heboh gara-gara seorang TKW asal Sukatani, Bekasi Ruyati dihukum pancung di Arab Saudi. Berbagai komentar bermunculan, dari mengkritik Presiden SBY, khususnya pidato beliau di Sidang ILO di Swiss hingga permintaan agar mencopot Dubes RI Untuk Arab Saudi Gatot Abdullah Mansyur yang sore tadi diwawancara oleh Metro TV yang nampak jawabannya tidak atau kurang berbobot akibat tidak banyak mengetahui kasus tersebut. Pastas saja, karena pihak KBRI tidak diberitahu oleh pemerintah Arab Saudi.

Saya sendiri pernah sekali menyaksikan hukuman pancung di Jeddah di Masjid yang terletak di depan Kemlu Arab Saudi wilayah Barat (Jeddah). Hukuman pancung adalah hukuman yang berlaku di Arab Saudi bagi yang melakukan kejahatan berat seperti penyelundup narkoba, korupsi dan membunuh. Hukuman tersebut dilakuakn kepada siapa saja yang melakukan kejahatan tersebut, baik warga negara asing maupun warga negara Arab Saudi sendiri. Namun, dalam pelaksanaannya memang bisa tidak terjadi apabila keluarga yang dibunuh (dalam kasus pembunuhan) memberi maaf dan mengampuni, namun dengan membayar diyat/uang tebusan darah bagi keluarga terbunuh. Biasanya, untuk diyat laki-laki sebesar SR 100.000 (USD 26.666, kl Rp. 226.666.666) dan bagi perempuan separuhnya. Pemerintah Saudi pernah membayar diyat bagi jamaah haji Indonesia sebesar tersebut perorang kepada jamaah haji yang wafat dalam peristwa terowongan Mina. Apakah uangnya sampai kepada keluarga jamaah yang wafat? Wallahu A’lam.

Hukum tersebut seharusnya sudah diketahui umum, khususnya bagi tenaga kerja asing, termasuk TKW/TKI asal Indonesia. Segala keasalahan  yang mengakibatkan matinya nyawa seseorang akan mengakibatkan hukuman mati, di Saudi selalu dengan pancung leher oleh algojo. Kalau di Mesir dengan digantung, atau seperti hukuman terhadap tokoh pejuang Libya Omar Mukhtar pada masa penjajahan Italia yang juga digantung.

Yang perlu kita sesalkan adalah tidak pernah ada seorangpun dari pakar dan ahli hukum, khususnya pengacara yang sering kita lihat dan denger di berbagai media. Para pengacara sangat proaktif membela kliennya, walau dari kalangan koruptor di tanah air. Namun, bila yang berperkara dari kalangan wong cilik, apalagi TKW/TKI di luar negeri tidak pernah ada seorangun yang tergerak untuk membela mereka. Memang ukurannya berbeda, antara materi dan nurani.

Persoalan penegakan hukum di Saudi memang tidak banyak ‘direcoki’ oleh para pengacara disana sehingga selalu pelaksanaan eksekusi berjalan mulus, baik kepada warga Saudi maupun asing. Bahkan setahu saya praktek pengacara litigasi/perorangan juga hampir-hampir tidak pernah terdengar, kecuali untuk ururssan korporat. Biasanya setelah putusan hakim jatuh pada terdakwa dan kemudian dibawa ke Dewan Tinggi Pengadilan untuk dissahkan, maka eksekusi akan dilakukan. Setiap akan dilakukan eksekusi hukuman pancung, terlebih dahulu dibacakan kesalahannya yang mengakibatkan atau menyebabkan dia dihukum pancung tersebut.

Terlepas setuju atau tidak dengan hukum Saudi (pancung) tersebut, hendaknya calon TKW/TKI diberikan penerangan dan sosialisasi di PJTKI sebelum keberangkatan mereka mengenai hal tersebut, selain hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan mereka. “Jangan sekali-kali membunuh disana, karena hukuamannya pasti juga sama (mati)”.

Memang, persoalan TKI/TKW, khususnya di negara Arab yang berbeda budaya dan tradisi, menimbulkan jutaan persoalan bagi para TKW/TKI., walau masalah hukuman mati  juga bagian dari hukumd an tradisi mereka. Kendati ada sekitar 28 orag TKW yang mendapat hukuman pancung,  akibat membunuh majikannya, namun TKW yang sukses juga banyak di negara gurun pasir tersebut. Cuma memang media selalu memperbesar bila da berita yang menghebohkan?
Hendaknya kita lebih arif dalam memandang persoalan ini dari sisi hukum Saudi (bukn dari sisi hukum Indonesia, karena kasusnya terjadi di wilayah hukum Saudi) yag memang sudah jelas hukumannya bagi kejahatan setimpal (qishash). Tidak seperti di Indonesia, yang selalu direcokin para pembela/pengacara, seseorang yang seharusnya dihukum mati menjadi lebih ringan seperti hukuman seumur hidup atau lainnya. Namun, di Saudi tidak seperti itu. Ada mekanisme hukum yang berlaku di negara tersebut yang seharusnya difahami.

Jadi, bagaimana kita menyikapinya? Menentang hukuman mati di negara orang? Atau menyetop pengiriman TKW kesana, dan hanya TKI saja. Kacamata pemerintah tidak mungkin. Karena itu artinya mengurangi devisa. Para pahlawan devisa tersebut bagaikan pejuang yang mati tanpa nama, biarpun ribuan jumlah mereka yang mati melawan penjajah agar  negara menjadi merdeka (pada jaman dulu). Pada jaman sekarang, yang penting devisa masuk.
Repot memang, mana yang harus dipilih? Kalau rakyat, maunya stop saja. Gitu aja kok repot. Tapi, lain rakyat lain pemerintah. Bukan begitu…?
salam damai,,,

Sumber : http://hukum.kompasiana.com/2011/06/19/hukum-pancung-di-saudi-biasa/

No comments:

Post a Comment