TERJEMAHAN

Thursday 14 July 2011

SIAPA MAU MISKIN ???????

Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan.(referensi Wikipedia)

kemiskinan berasal dari kata miskin, siapa yang miskin ya tentunya rakyat, Rakyat miskin itu paling sering disebut di republik ini. Sejak merdeka sampai sekarang ini rakyat miskin menjadi dua buah kata yang sangat populer. ketika saya search di google tepatnya pada jam 13.30 hari Jum’at tanggal 15 Juli 2011, kata miskin berjumlah 25.300.000.- dalam waktu pencaraian 0.16 detik. sungguh sangat menyedihkan.


Badan Pusat Statistik mengumumkan jumlah penduduk miskin Indonesia hingga Maret 2011 tercatat sebanyak 30,02 juta orang atau 12,49 persen dari total penduduk. Kepala BPS Rusman Heriawan mengungkapkan angka itu turun 1 juta orang atau 0,84 persen dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2010 yang sebesar 31,02 juta orang atau 13,33 persen.


kita tentu bertanya-tanya dalam hati apa ia data BPS tersebut, seperti kisah nyata Darmawati dan keenam anaknya tinggal di sebuah gubuk berukuran 2 x 3 meter yang berdinding bambu dan beratap rumbia. Gubuk yang sekilas mirip kandang ayam itu pemberian tetangga yang bersimpati kepada mereka. Bisa dibayangkan repotnya hidup berdesakan di gubuk sempit seperti ini. Gubuk sempit itu menampung semua kegiatan mereka. Dari memasak sampai tidur dengan alas selembar tikar robek.


Potret rakyat miskin negeri ini begitu mengenaskan, padahal negeri kita kaya raya

Irma, anak kedua Darmawati, mengaku tidur dengan ibu dan adik-adiknya di satu tempat. “Tidurnya tidak enak, biasa jatuh dari lantai kalau tidur,” ujar Irma. Dulu Darmawati memiliki rumah warisan orangtuanya. Namun, rumah itu akhirnya dijual untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kehidupannya morat-marit sejak dia bercerai dengan suaminya yang menikah dengan perempuan lain tiga tahun silam.

Sejak itulah tanggung jawab Darma makin bertambah. Tak hanya berperan mengurus dan menyusui anak-anaknya, tetapi juga harus membanting tulang mencari nafkah. Di tengah berbagai kasus korupsi oleh para pejabat seperti kasus Gayus, kasus Nazaruddin dan kasus-kasus lainya yang mendera Indonesia, jutaan warga Indonesia masih hidup dalam kemiskinan. Hal itu seperti juga dialami Darmawati, janda dengan enam anak di Dusun Mangaramba, Kelurahan Takatidung, Polewali Mandar, Sulawesi Barat.

“Saya cuma bisa jadi buruh tani rumput laut. Upahnya tidak seberapa dan biasanya tidak cukup untuk beli beras. Anak saya semuanya tidak sekolah karena kami tak punya biaya,” tutur Darmawati. Selama sehari bekerja mengikat bibit rumput laut, Darmawati mendapat upah Rp 10.000.


Begitu berat beban yang harus ditanggung Darwati menghidupi enam anaknya

Tak sedikit tetangga yang berempati dengan keluarga ini. Mereka kerap memberi beras atau bantuan apa saja. Jangankan menyekolahkan dan membeli seragam untuk anak-anaknya, membeli beras pun Darmawati harus berutang kepada tetangga. Bantuan beras untuk masyarakat miskin (raskin) sebesar 5 kg tidak cukup untuk sebulan. Menjelang pemilu atau pemilukada, bantuan beras sering datang. Namun setelah peristiwa politik usai, bantuan beras pun berhenti mengalir. Negeri ini sesungguhnya negeri yang kaya raya, apa yang kita tidak punya? gunung emas kita punya, ladang minyak dan gas kita punya, hamparan permadani hijau padi mudah dijumpai di negeri ini, hamparan lautan yang penuh ikan serta kekayaan laut yang tak terhingga kita punya, bahkan anugerah kesuburan tanah dan segala kekayaan mineral mudah dijumpai dimana-mana, lalu mengapa masih sangat banyak rakyat negeri ini miskin? kemana semua kekayaan itu? dikutif dari
http://ruanghati.com

No comments:

Post a Comment