TERJEMAHAN

Thursday 8 September 2011

PNS TIDAK KERJA BUKAN MASALAH

Sebagai Seorang Pegawai Negeri Sipil saya  merasa miris setelah membaca tulisan teman yang dimuat di  http://birokrasi.kompasiana.com/2011/09/07/pns-bolos-bukan-masalah/ yang isinya mengkritisi kinerja  PNS berikut tulisannya :

Senin, 5 September 2011, media massa banyak memberitakan mengenai PNS yang bolos kerja pada hari pertama kerja setelah libur lebaran. Sepertinya bukan kabar baru jika terdengar kabar mengenai PNS yang bolos kerja setelah liburan. Namun pernahkan anda bertanya seandainya para PNS itu masuk kerja tepat setelah libur lebaran kira-kira tugas apakah yang akan mereka kerjakan di kantor?

Pertanyaan tersebut akan menolong kita untuk melihat masalah manajemen kepegawaian pemerintah lebih tepat. Masalah utamanya bukan apakah PNS bolos atau tidak tetapi apakah PNS tersebut akan bekerja atau tidak. Jika seorang PNS masuk kantor namun tidak melakukan pekerjaan melainkan menghabiskan waktu untuk bermain game, ngobrol, atau baca koran tidakkah itu berarti sama saja dia bolos kerja?

Masalahnya terletak pada manajemen kepegawaian pemerintah yang buruk. Pemerintah tidak memiliki sistem yang baik dalam mengatur pegawainya. Pemerintah terlihat tidak serius dalam hal ini.

Ada beberapa masalah terkait manajemen kepegawaian pemerintah, antara lain:

1. Jumlah PNS melebihi kebutuhan
Sikap pemerintah dalam mengambil kebijakan moratorium PNS disebabkan karena hal ini. Jumlah PNS yang melebihi kebutuhan sesuai tugas yang ada mengakibatkan banyak PNS nganggur.Para PNS tersebut pada jam kerja sering terlihat shopping di pusat perbelanjaan, bermain game di komputer, baca koran atau ngobrol. Memang ada PNS yang melakukan hal tersebut karena malas namun penyebab utama adalah tugas/pekerjaan yang harus dikerjakan terlalu sedikit. Saya yakin jika para PNS tersebut memiliki pekerjaan yang harus dikerjakan, mereka akan berpikir beberapa kali untuk bersantai-santai.

Di kantor-kantor pemerintahan tertentu kita bisa melihat bahwa pekerjaan untuk dikerjakan oleh satu orang namun tersedia pegawai untuk mengerjakannya sebanyak lima orang. Hasilnya pekerjaan dikerjakan satu orang dan empat lainnya menganggur atau pekerjaan dibagi lima sehingga masing-masing dapat menyelesaikannya dengan waktu hanya seperlima hari, sisa empat perlima hari digunakan untuk menganggur. Tidak jarang ada beberapa PNS yang terbiasa bekerja (rajin) sering merasa stres atau bosan dengan pola kerja seperti ini namun sebagian banyak menikmatinya (menyesuaikan diri).

Mengapa pemerintah menerima PNS dalam jumlah banyak melebihi kebutuhan? Menurut saya ada beberapa penyebab. Bagi pemerintah daerah atau kementrian/lembaga yang terbiasa melakukan bisnis “jual beli” dalam rekrutmen CPNS, penerimaan CPNS dalam jumlah banyak berarti “penjualan barang dagangan” dengan jumlah banyak, yang berati potensi memperoleh “pendapatan” lebih banyak. Alasan lain adalah memenuhi janji kampanye ketika pemilihan pilpres/pilkada (yang berarti sama saja dengan “jual beli”). Motif lain yang kelihatan baik namun tidak kalah buruk adalah untuk mengurangi tingkat pengangguran sehingga menutupi kegagalan pemerintah menciptakan lapangan kerja.

2. Sistem rekrutmen dan peningkatan karir yang tidak transparan
Seperti pada poin pertama, sistem rektutmen pegawai pemerintah dipenuhi nuansa KKN. Akibatnya, kompetensi pegawai yang lulus cenderung rendah sehingga tidak mampu mengerjakan pekerjaan kantor yang ada. Pada kondisi tersebut, sekalipun tugas yang harus dikerjakan banyak, namun pegawai yang dapat mengerjakan tugas sedikit. Sisanya nganggur.
Untuk peningkatan karir atau promosi juga sama, cenderung bernuansa KKN. Akibatnya sesorang yang memangku jabatan tertentu belum tentu mampu mengerjakan tugasnya.

3.Cara pandang PNS mengenai pekerjaan/tugas
Pejabat dan staf pada pemerintah masih melihat pekerjaan hanya sebagai tugas untuk merealisasikan anggaran. Akibatnya PNS cenderung bekerja jika ada honor/tambahan penghasilan. Pekerjaan sehari-hari/rutin menjadi pekerjaan yang tidak menarik karena tidak ada tambahan penghasilan.

4.Budaya “Asal Bapak Senang” dan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
Budaya ABS membuat PNS cenderung sibuk “menjilat” atasan dibanding menunjukkan kinerja yang baik. Seperti dibahas pada poin 2 di atas, untuk peningkatan karir, kompetensi/kinerja bukan pertimbangan utama melainkan kemampuan “ABS” dan kemampuan “beli jabatan (KKN)”. Akibatnya para PNS yang rajin dan berkinerja baik menjadi  kehilangan semangat kerja.

Selama pemerintah tidak memperbaiki cara memanage pegawainya, maka teriakan media masa akan PNS yang bolos kerja hanya akan menjadi suara yang akan menghilang.

No comments:

Post a Comment