TERJEMAHAN

Tuesday 30 November 2010

CERITA AKHIR PEMIMPIN-PEMIMPIN DUNIA YANG TERJERAT KASUS HUKUM




Diadili dengan Ending Berbeda

Di saat pemimpin Orde Baru Indonesia Soeharto sakit, berkembang perdebatan kelanjutan pemeriksaan kasus pidana yang dituduhkan kepadanya. Soeharto sebenarnya tidak sendiri. Banyak pemimpin lain di dunia yang gagal menutup karirnya dengan tinta emas, malah sebaliknya menjadi pesakitan.

Beberapa di antaranya adalah mantan Presiden Filipina Joseph Estrada, mantan Presiden Peru Alberto Ken’ya Fujimori, mantan Presiden Cile Augusto Pinochet, dan mantan Presiden Serbia Slobodan Milosevic. Mirip Soeharto, mereka menjadi tersangka berbagai kasus pidana di ujung kepemimpinannya.


Kabur Hindari Pengadilan

Fujimori, yang dilahirkan 28 Juli 1938, menguasai Peru 28 Juli 1990-17 November 2000. Dia adalah orang ketiga dari keturunan Asia Timur yang menjadi kepala negara sebuah negara Amerika Selatan. Prestasi itu adalah pencapaian yang cukup luar biasa bagi seorang warga keturunan.

Pada masa jabatannya, Fujimori berhasil mengembalikan kestabilan ekonomi makro setelah masa kepresidenan sebelumnya, Alan GarcĂ­a, dan membawa kedamaian di negara yang sedang kacau itu. Namun, dia juga dikritik sebagai pemimpin yang otoriter dan terlibat dalam berbagai skandal.

Di ujung 2000, dalam kekacauan skandal dan ketidakstabilan, dia meninggalkan negeri itu untuk mengikuti pertemuan APEC di Brunei dan kemudian ke Jepang. Saat berada di Jepang - yang menjadi tanah leluhurnya- dia menyatakan pengunduran dirinya sebagai presiden lewat faksimili dan surat resmi ke Kedutaan Besar Peru di Tokyo. Tujuannya, melarikan diri dari berbagai tuduhan korupsi dan kriminal yang ditudingkan oleh rival politik ke arahnya.

Dia berani kembali ke Peru Oktober 2005 dan menyatakan akan mengikuti pemilihan presiden Peru 2006. Fujimori berniat kembali ke Peru lewat Cile.

Namun, begitu menjejakkan kaki di Santiago, dia ditangkap otoritas setempat pada 7 November 2005. Setelah Mahkamah Agung Cile memerintahkan ekstradisi, Fujimori pun terbang meninggalkan Santiago, Cile, ke Lima, Peru. Perintah tersebut bertujuan agar Fujimori bisa menghadapi pengadilan di Peru dalam tuntutan pelanggaran hak asasi manusia dan korupsi.

Dalam wawancara dengan harian yang terbit di Cile, El Mercurio, waktu itu Fujimori berharap bisa diperlakukan terhormat saat tiba. "Sudah jelas, demi alasan keamanan, saya tidak bisa ditempatkan di penjara publik," tegasnya.

Dia berharap bisa diadili dengan adil dan semua tuduhan yang dijatuhkan kepadanya dijelaskan dengan gamblang. "Memang tidak ada negosiasi, tetapi saya berharap bisa diperlakukan sebagai mantan presiden," katanya.

Dia masih yakin, para pendukungnya yang tergabung dalam gerakan Fujimorism masih setia. Dan dia berusaha membangkitkan kembali. "Orang-orang tersebut bakal mendukung saya," ujarnya pasti.

Mantan presiden berusia 69 tahun itu dituduh menyetujui pembunuhan 25 orang di hadapaan regu tembak paramiliter semasa menjabat presiden. Selain itu, dia dituduh korupsi dan memerintahkan dua penculikan.


Diadili, kemudian Diampuni

Di Filipina ada Joseph Ejercito Estrada yang terlahir pada 19 April 1937. Pria ganteng itu adalah aktor film populer di Filipina sebelum menjabat presiden ke-13 Filipina pada periode 30 Juni 1998-20 Januari 2001.

Pria yang kerap disapa Erap itu terjebak dengan skandal korupsi yang merusak pemerintahannya sehingga karir kepresidenannya harus berakhir. Pemerintahannya dijatuhkan rakyat dalam revolusi kekuatan rakyat (people power) atau dikenal dengan nama Revolusi EDSA II.

Dia digantikan Wakil Presiden Gloria Macapagal Arroyo. Pada 12 September 2007, Estrada dijatuhi hukuman penjara seumur hidup karena korupsi yang dia lakukan.

Baru beberapa pekan menjalani vonis hukuman seumur hidup, mantan Presiden Filipina Joseph Estrada pun bebas. Pada (25/10), Presiden Arroyo memberikan amnesti penuh kepada pria berusia 70 tahun itu terkait dengan skandal korupsi yang melibatkannya. Kebijakan tersebut diambil setelah Estrada melayangkan surat permohonan amnesti kepada Arroyo atas nama "kepentingan nasional."

Pada waktu itu, juru bicara Kepresidenan Filipina Ignacio Bunye menyatakan, dengan amnesti tersebut, Estrada akan mendapatkan kembali hak sipil dan politiknya secara penuh. Namun, vila dan sejumlah rekening bank atas nama mantan aktor laga tersebut tetap disita, sesuai dengan keputusan pengadilan antikorupsi Sandiganbayan. "Saya memberikan amnesti kepada Joseph Ejercito Estrada," tegas Arroyo dalam surat keputusan yang dibacakan Bunye dan disiarkan di beberapa televisi swasta.

Baru-baru ini, Estrada, mantan politikus flamboyan berusia 70 tahun itu, mengaku masih peduli dan mendukung cara-cara konstitusi untuk menggantikan pemerintahan berkuasa. Dia pun berancang-ancang untuk kembali ke panggung politik Filipina pada 2010. "Saya sedang fokus untuk Pemilu 2010 dan tidak berniat mencari sekutu untuk menggulingkan pemerintahan berkuasa," jelas Erap.


Berkelit dengan Jadi Senator

Warga Cile memiliki seorang jenderal yang memimpin dengan diktator dan terkenal kejam. Nama lengkapnya, Augusto Jose Ramon Pinochet Ugarte. Pria yang lebih dikenal sebagai Augusto Pinochet itu lahir pada 25 November 1915 dan meninggal pada 10 Desember 2006.

Pinochet adalah seorang jenderal, kepala junta militer yang berkuasa di Cile pada 1973-1990. Dia meraih kekuasaan dengan cara kudeta sesaat setelah pemilu demokratis Cile dimenangi Presiden Salvador Allende yang beraliran sosialis.

Dosa pria itu dinilai rakyat Cile sebagai yang tak terampunkan dalam sejarah. Wajar saja, mengingat sekitar 3.000 lebih warga sipil Cile terbunuh selama masa pemerintahannya.

Pada 1990, dia kehilangan kekuasaan. Namun, dia menjadikan dirinya senator seumur hidup untuk mencegah ditangkap. Lantas, dia dipaksa meninggalkan kedudukan senator pada 2002, namun masih juga dapat lolos dari penangkapan. Sebab, saat itu dia menderita dementia.

Pada Mei 2004, hakim menyatakan bahwa diagnosis itu palsu dan pada 13 Desember 2004 dia dijadikan tahanan rumah. Akhirnya, Pinochet meninggal dunia pada usia 92 tahun pada 10 Desember 2006.


Mati dalam Tahanan

Di antara para pemimpin tersebut, nasib Slobodan Milosevic mungkin terlampau ironis untuk dicontohkan. Milosevic lahir 20 Agustus 1941 dan meninggal di Den Haag 11 Maret 2006. Dia adalah mantan presiden Serbia dan Republik Federal Yugoslavia. Milosevic juga merupakan pemimpin Partai Sosialis Serbia.

Milosevic memimpin Serbia sejak 1991-1997. Dia disidang dengan dakwaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukannya di Kosovo. Pada 11 Maret 2006, dia meninggal di sel tahanannya di Den Haag, Belanda.

Sejak kecil, jalan hidup Milosevic memang tidak beruntung. Ayahnya, Svetozar Milosevic, bunuh diri ketika dia masih di sekolah menengah. Ibunya, Stanislava Milosevic, gantung dirinya sepuluh tahun kemudian.(berbagai sumber)

No comments:

Post a Comment